Senin, 13 November 2023
Minggu, 24 September 2023
Modul 3.1.a.8 Koneksi Antar Materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Modul 3.1.a.8 Koneksi Antar Materi
Pengambilan
Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Septian Saepul Rohman, Calon Guru
Penggerak Angkatan 8
SD Negeri Neglasari Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
Berikut ini saya akan mencoba memaparkan sebuah
tulisan yang memaparkan pengetahuan yang saya peroleh serta pengalaman belajar
saya selama melewati tahapan-tahapan
pembelajaran dengan membuat sebuah kesimpulan, berefleksi mengaitkan
materi-materi yang sudah dipelajari, baik di dalam modul 3.1. ataupun kaitannya
dengan materi di modul lain.
Dalam Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.8 terkait
Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran saya dipandu dengan
beberapa pertanyaan pemantik agar kesimpulan dan refleksi yang saya lakukan
dapat lebih bermakna.
Berikut adalah
beberapa pertanyaan pemandu dalam mengaitkan koneksi antar materi 3.1 ini:
1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap
Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan
sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Kita memahami bahwa Filosofi
Pratap Triloka terdiri dari tiga semboyan yaitu ing ngarso sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani. Semboyan tersebut memiliki arti di
depan memberi teladan, di tengah memberi motivasi dan di belakang memberikan
dukungan. Konsep filosofis ini menjadi panduan dalam melaksanakan proses
pembelajaran kepada murid di sekolah oleh guru. Kaitannya dengan pengambilan
keputusan jelas sekali bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus
senantiasa memberikan keteladanan dengan salah satunya adalah dalam proses
pengambilan keputusan yang harus memberikan dampak positif bagi semua
orang. Selain memberikan keteladanan
seorang guru juga harus berupaya
memnfasilitasi pembelajaran murid lebih bermakna seorang guru harus memberikan
karsa atau usaha keras sebagai wujud filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun
karsa dan guru harus mendorong dengan
memotivasi murid agar berprestasi dalam proses pembelajarannya.
Salah satu pandangan Ki Hajar
Dewantara yang memiliki relevansi dengan pengambilan keputusan seorang pemimpin
pembelajaran adalah Pendidikan untuk Semua. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara
mendorong pendidikan tanpa memandang
latar belakang atau status sosial, semua orang berhak mendapatkan pendidikan.
Dalam konteks pengambilan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran diharapkan
agar dapat memastikan bahwa keputusan yang diambil harus berpihak pada semua
murid tanpa adanya diskriminasi dengan prinsip keadilan.
2. Bagaimana
nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip
yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Dalam pengambilan keputusan kita
harus mengacu pada nilai-nilai kebajikan yang kita yakini sebagai pembentuk
karakter siswa kita di sekolah. Oleh karena itu seorang guru seyogyanya memiliki nilai-nilai kebajikan
yang terintrenalisasi dalam dirinya. Dengan
demikian akan berpengaruh kepada diri seorang
guru dalam mencptakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukannya.
Nilai-nilai kebajikan itu
diantaranya seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak
pada murid. Nilai-nilai tersebut akan menjadi prinsip dan yang akan
mempengaruhi seorang guru dalam mengambil sebuah keputusan dari dua pilihan yang berada pada situasi dilema etika (benar vs
benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral)
yang menuntut kita untuk benar-benar mempertimbangkannya secara baik dan seksama untuk mengambil keputusan yang benar.
Ketika telah mampu mengambil sebuah keputusan yang tepat
maka itu adalah hasil dari nilai-nilai positif yang menjadi acuan dalam dirinya
untuk mengambil sebuah keputusan dengan permasalahan yang kompleks.
3.
Bagaimana
kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan
tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut?
Pembimbingan yang telah dilakukan
oleh pengajar praktik dan fasilitator membantu saya dalam mengelaborasi
pemahaman tentang bagaimana cara pengambilan keputusan yang tepat. Dalam proses
tersebut saya diberikan pengalaman belajar untuk mengevaluasi sebuah keputusan
yang diambil apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yang diyakini
atau belum. Karena bagaimanapun sebuah keputusan yang diambil oleh seorang
pemimpin harus menerima konsekuensi yang akan diterima dengan berbagai macam
pertimbangan untuk dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan yang diambil telah
efektif karena sudah melakukannya melalui tahap 9 pengambilan keputusan,
4. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus
pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang
pendidik?
Studi kasus yang fokus pada
masalah moral atau etika dalam pendidikan seringkali mengembalikan perhatian
kepada nilai-nilai yang dianut oleh seorang pendidik. Dalam konteks pendidikan,
pendidik memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa dan mengajarkan
nilai-nilai yang baik. Ketika muncul masalah moral atau etika, studi kasus
dapat membantu mendekatkan pemahaman dan tindakan pendidik dengan nilai-nilai
yang seharusnya dianut. Dengan belajar memahami
studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika dapat memicu
pendidik untuk merenungkan nilai-nilai pribadi yang mereka anut. Mereka dapat
mempertimbangkan apakah tindakan mereka konsisten dengan nilai-nilai ini atau
tidak.
5. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat,
tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan
nyaman?
Pengambilan keputusan yang tepat dalam lingkungan memiliki dampak yang signifikan terhadap
terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman di sekolah. Keputusan
yang tepat membantu menciptakan budaya sekolah yang positif. Ketika siswa,
guru, dan staf sekolah melihat bahwa keputusan-keputusan dibuat dengan
hati-hati dan berdasarkan pada nilai-nilai yang baik, maka akan lebih cenderung
merasa dihargai dan terdorong untuk berperilaku dengan baik. Sehingga dengan
merasa puasnya keputusan yang diambil dan dirasakan dampak positif oleh seluruh
warga sekolah maka akan tercipata lingkungan yang positif, aman dan nyaman di
sekolah.
6. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan
Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema
etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Tantangan yang ada dalam
pengambilan keputusan di lingkungan saya dari hasil pengamatan saya adalah
terkait dengan kepuasan atau tidaknya yang dapat diterima oleh seluruh warga
sekolah karena dengan kepentingan diri sendiri.
Sehingga dengan mempelajari dari paradigma berpikir dari seorang pemimpin
pembelajaran dalam pengambilan keputusan perlu terus dilatih dan diupayakan
sehingga setiap keputusan yang kita ambil harus tepat dan bijak berlandaskan
nilai-nilai kebajikan, keteladanan, bijaksana dan tidak melanggar norma. Dengan
landasan tersebut kita dapat menciptakan lingkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman.Sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik dan dapat
mengembangkan kompetensinya.
7. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang
kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana
kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang
berbeda-beda?
Pengambilan keputusan dalam
konteks pengajaran sangat berpengaruh pada apakah pengajaran tersebut
memerdekakan murid-murid kita atau tidak. Keputusan-keputusan yang diambil oleh
pendidik memiliki dampak yang signifikan pada pengalaman belajar siswa.
Misalnya dalam Pengambilan keputusan dalam pemilihan kurikulum dan materi ajar
harus memperhatikan beragam potensi dan minat murid. Guru perlu memilih sumber
daya yang dapat mengakomodasi berbagai gaya belajar dan tingkat kemampuan. Ini
memungkinkan murid untuk memiliki pengalaman pembelajaran yang lebih relevan
dan menarik.
Dalam memutuskan pembelajaran
yang tepat sesuai dengan potensi murid yang beragam guru harus mengambil sebuah
keputusan dengan merencanakan strategi atau metode metode pengajaran yang cocok
dengan kebutuhan murid. Sehingga semua siswa, kebutuhan belajarnya dapat
terpenuhi.
8. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya?
Seorang pemimpin pembelajaran
memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk masa depan dan kehidupan
murid-muridnya melalui pengambilan keputusan yang bijak dan efektif. Keputusan
tentang bagaimana materi diajarkan dan bagaimana siswa dievaluasi dapat
memengaruhi pemahaman dan penyerapan materi oleh siswa. Pengajaran yang efektif
dan inspiratif dapat membantu siswa mengembangkan minat dalam belajar dan
memotivasi mereka untuk mencapai prestasi lebih tinggi.
9. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul
materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan akhir yang saya
peroleh dari pembelajaran materi ini dan keterkaitannya dengan modul sebelumnya
bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu kemampuan yang perlu dimiiki oleh guru sebagai pendidik. Sebagai seorang guru dalam pengambilan
keputusan harus berlandaskan pada konsep filosofi pendidikan menurut Ki Hajar
Dewantara. Hal ini karena setiap keputusan yang diambil akan harus berpihak pada
murid dan kebermanfataannya untuk murid. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan
yang dapat berpihak paa murid dan berdampak positif untuk kemajuan sekolah
arahanya pada pengkondisian budaya positif di sekolah dengan menggunakan alur
Bagja. Dalam pengambilan keputusan tersebut akan menemui sebuah kondisi
permasalahan yang bersifat dilema etika dan bujukan moral.
Agar keputusan kita efektif dan
berdampak positif diperlukan kemampuan untuk pengambilan keputusan dengan
menggunakan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan, sehingga
langkah yang diambil selalu berpihak kepada murid.
10. Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan
bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan
keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal
yang menurut Anda di luar dugaan?
Pemahaman saya terhadap
konsep-konsep yang telah dipelajari pada modul 3.1 ini adalah pemahaman tentang
perbedaan antara dilema etika dan bujuk moral. Dilema etika (benar vs benar)
adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan
dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan
moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus
membuat keputusan antara benar dan salah. Kemudian saya juga memahami bahwa
dalam pengambilan keputusan terdapat 4 paradigma dilema etika yang dapat
digunakan yaitu paradigma individu lawan masyarakat, paradigma rasa keadilan
lawan rasa kasihan, paradigma kebenaran lawan kesetiaan, dan paradigma jangka
pendek lawan jangka panjang.
Sementara itu, untuk pengambilan
keputusan diperlukan prinsip-prinsip yang melandasinya. Terdapat tiga prinsip
yang akan membantu dalam menghadapi sejumlah pilihan yang penuh dengan
tantangan dalam pengambilan keputusan, yakni
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis
Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking).
Selanjutnya, segala keputusan yang diambil haruslah tepat, arif, dan
bijaksana. Maka sebagai seorang pemimpin pembelajaran membutuhkan pengujian
yang selaras dengan prinsip dasar pengambilan keputusan yang etis. Terdapat
sembilan langkah untuk menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang
terkadang menggiring kita ke dalam situasi dan nilai yang bertentangan.
Kesembilan langkah tersebut adalah: Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling
bertentangan dalam situasi ini, Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi
ini, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, pengujian benar
atau salah yang terdiri dari uji legal,
uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan uji panutan/idola.
Pengujian Paradigma Benar lawan Benar, melakukan
Prinsip Resolusi, Investigasi Opsi Trilema, Buat Keputusan dan yang terakhir
lihat lagi keputusan dan refleksikan.
11. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah
Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral
dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul
ini?
Sebelum mempelajari modul ini
saya pernah mengambil keputusan dengan
situasi dilema etika, namun yang saya lakukan berdasarkan pada pertimbangan
konsekuensi dari keputusan yang diambil. Kemudian di dalam proses pengambilan
tersebut selalu meminta pendapat kepada pihak lain yang dapat memberikan
ide/gagasan untuk menyelesaikan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Adapun
perbedaan yang saya rasakan dari mempelajari modul ini dengan membandingkan
sebelum dan sesudah saya mempelajari materi ini, menambah pengetahuan saya
untuk dapat menggunakan langkah-langkah tertentu sebelum mengambil sebuah keputusan pada
kondisi dilema etika.
12. Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam
mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Perubahan yang terjadi setelah mempelajari modul ini mengubah
cara berpikir saya dan pertimbangan yang harus dilakukan ketika mau mengambil
sebuah keputusan, terutama keputusan yang bersifat dilema etika. Dalam modul ini saya mempelajari terdapat 4 paradigma dilema etika yaitu:
individu lawan kelompok (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa
kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty),
jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) yang semuanya
didasari atas 3 prinsip dan 9 langkah.
13. Seberapa penting mempelajari topik modul
ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Sangat penting sekali. Karena dalam dunia pendidikan
terutama guru yang melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik akan banyak
menemui permasalahan yang terkair dengan dilema etika. Hal ini karena seorang
guru harus mampu dalam setiap kebijakannya berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan
yang dianutnya sehingga tercipta sebuah keputusan yang dapat berpihak pada
murid dan dampak dari keputusan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh warga
sekolah.
Modul 3.1.a.8 Koneksi Antar Materi Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Jumat, 18 Agustus 2023
KONEKSI ANTAR MATERI 2.2
1.
Apa kesimpulan
tentang perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap sebagai pemimpin
pembelajaran setelah mempelajari pembelajaran sosial dan emosional?
Pemimpin pembelajaran memiliki peran penting dalam mengarahkan, mengelola,
dan mendorong proses pembelajaran. Pemimpin pembelajaran bertanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, mendorong partisipasi aktif
siswa, merancang pengalaman pembelajaran yang menarik, memberikan bimbingan,
memberikan umpan balik, dan mengidentifikasi kesempatan untuk pengembangan diri
siswa. Dalam melakukan perannya tersebut seorang guru harus memahami
pembelajaran sosial dan emosional. Karena dengan memahami pembelajaran sosial
dan emosinal akan mampu menjadi pemimpin pembelajaran sehingga dapat memotivasi
siswa, mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa, dan menciptakan suasana yang
mendukung eksplorasi dan pemecahan masalah sehingga apa yang menjadi tujuan
pembelajaran akan mudah tercapai.
Pembelajaran
Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi
ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:
- Memahami,
menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri)
- Menetapkan
dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
- Merasakan
dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
- Membangun
dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
- Membuat
keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab)
Sikap positif tersebut harus
menjadi fokus perubahan dalam bersikap yang harus diimplementasikan oleh kita
sebagai guru yang ingin merancang sebuah proses pembelajaran dengan berpihak
pada murid. Hal ini memiliki relevansi dengan urgensi dari pembelajaran sosial
emosional yaitu terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan
sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan
sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian
akademik yang lebih baik.
2. Apa kaitan
pembelajaran sosial dan emosional yang telah anda pelajari dengan modul-modul
sebelumnya?
Pembelajaran sosial dan
emosional memiliki relevansi dengan filosofis Ki Hajar Dewantara yang kita
pelajari pada modul-modul sebelumnya. Hal ini terlihat dalam konsep pendidikan yang holistik dan
berfokus pada pengembangan karakter serta potensi bakat dan minat peserta
didik. Ki Hajar Dewantara dalam pemikirannya memiliki pandangan di dalam
melaksanakan proses pembelajaran harus berupaya melibatkan aspek sosial, emosional, dan karakter
sehingga tercipta proses pendidikan
humanisme atau memanusiakan manusia.
Selain itu pembelajaran sosial
emosional akan mengembangkan
keterampilan siswa dalam bersikap positif seperti empati, tanggung jawab, dan sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain. Hal ini sesuai dengan pemikiran KI Hajar
Dewantara yakni guru selain mngembangkan kognitif murid pembentukan karakter
berupa etika yang sesuai dengan nilai-nilai profil pelajar pancasila harus
menjadi perhatian para guru. Karena menurut beliau pendidikan tidak hanya
tentang pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana mengelola emosi dan
berinteraksi dengan lingkungan sosial. Pembelajaran sosial dan emosional
mengajarkan keterampilan mengenali emosi, mengatasi stres, dan berkomunikasi
secara efektif dalam interaksi sosial. Dari hasil proses pembelajaran dengan
sosial emosional ini akan secara otomatis menumbuhukan budaya positif dalam
proses pembelajaran yang dilakukan.
Kita mengetahui bahwa filosofi
pendidikan Ki Hajar Dewantara menekankan pembelajaran berdasarkan pengalaman
langsung (learning by doing). Pembelajaran sosial dan emosional juga mendorong
siswa untuk belajar melalui pengalaman sosial, seperti kerjasama dalam
kelompok, berbicara di depan umum, dan memecahkan masalah bersama secara
kontekstual sehingga siswa dapat mengalami langsung dan merasakan serta menerapkan
materi yang dipelajari di sekolah untuk dilakukan aksi nyata dalam kehidupan
sehari-harinya.
Pembelajaran sosial dan
emosional melibatkan pengenalan
nilai-nilai budaya, toleransi, dan penghargaan terhadap keragaman. Dengan
mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional kita sebagai guru sudah
melakukan proses pembelajaran diferensiasi akan dalam merancang strategi
pembelajaran yang akan dilaksanakan akan selalu memperhatikan kebutuhan, minat
dan profil belajar murid. Sehingga PSE
dan Pembelajaran diferensiasi ini akan sinergis dalam mencapai pendidikan yang
bermakna dan berdampak positif dalam kehidupan siswa.
KESIMPULAN
Sebelum mempelajari modul ini,
saya berpikir bahwa pembelajaran sosial dan emosional ini hanyalah pelengkap
dalam proses pembelajaran yang dilakukan untuk mengkondisikan siswa sebelum
mengikuti proses pembelajaran sehingga dengan mengkondisikan siswa terlebih
dahulu akan mempermudah siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dengan lebih
baik.
Setelah mempelajari modul ini, ternyata
pembelajaran sosial dan emosional ini bukan hanya pelengkap dan sekedar mengisi
kegiatan pembelajaran agar lebih kreatif, namun lebih daripada itu pembelajaran
sosial dan emosional ini harus terus diupayakan oleh guru dengan
mengintegrasikan dalam setiap rancangan pembelajaran untuk mengembangkan
kompetensi sosial emosional siswa sehingga membentuk siswa yang memiliki
kemampuan sosial dan emosional yang baik.
Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan
lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah
agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis
(well-being), 3 hal mendasar dan penting
yang saya pelajari adalah:
Pentingnya PSE untuk peningkatan kompetensi
sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif,
peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan
lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan
pencapaian akademik yang lebih baik.
Berkaitan
dengan no 2, perubahan yang akan saya terapkan di kelas dan sekolah
bagi
murid-murid:
Perubahan yang akan coba saya
lakukan untuk meningkatkan KSE (Keterampilan Sosial dan Emosional) bagi siswa
adalah dengan cara melibatkan mereka secara
aktif dalam berbagai kegiatan dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional terutama
dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Berikut adalah beberapa kegiatan yang akan
coba saya lakukan:
1. Mengembangkan sikap empati (KSE
Keterampilan Berelasi)
Bentuk Kegiatan :
§ Diskusi tentang perasaan
dan emosi misalnya dengan mengajak siswa untuk mengungkapkan tentang perasaan
mereka secara jujur dan mau berbagi
pengalaman, serta saling menghargai dengan mendengarkan satu sama lain.
§ Menggunakan metode
bermain peran yang dapat melibatkan emosi untuk mengembangkan sikap empati kepada
orang lain
2. Meningkatkan kemampuan dalam
berkolaborasi dengan baik (KSE Keterampilan Berelasi)
Bentuk Kegiatan :
§ Melaksanakan proyek yang
dapat dikerjakan secara kolaboratif. Proyek berbentuk tugas yang mengharuskan
adanya kerja sama, pembagian tugas yang efektif serta dapat melatih kemampuan
komunikasi efektif dalam mengemukakan ide dan gagasannya nanti.
§ Menerapkan metode
permainan kelompok. Pada permainan ini diharapkan dapat melatih serta mendorong
setiap siswa untuk berkolaborasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
bagi
rekan sejawat:
Perubahan yang akan saya
terapkan di sekolah dalam meningkatkan keterampilan sosial dan emosional bagi
rekan sejawat adalah selalu menjalin hubungan yang positif sehingga sikap empati
antara rekan sejawat dapat terlihat sehingga tercipta lingkungan kerja yang
positif.
Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan adalah mendorong kepala sekolah untuk mengadakan
pelatihan bagi guru di sekolah yang bersifat internal dengan pembahasan materi
yang dipelajari terkait pengembangan empati, saling menghargai dan memahami
perbedaan pendapat atau ide gagasan yang dimiliki setiap rekan guru di sekolah.
Selain
itu program pemberian umpan balik secara konsisten antara rekan guru dapat
disikapi positif oleh semua guru. Umpan balik yang dimaksud adalah umpan balik
yang konstruktif yang dapat meningkatkan keterampilan sosial emosional setiap
guru.
Perubahan
selanjutnya adalah menghindari konflik antar rekan sejawat dengan meningkatkan
kemampuan dalam komunikasi efektif sehingga terhindar dari kesalahpahaman yang dapat
memantik sebuah konflik lebih luas lagi.
Saling
berbagi antar Guru sehingga semua guru dapat belajar cara mengatasi konflik
dengan rekan kerja, siswa, dan orangtua dengan cara yang konstruktif. Dengan
pengelolaan konflik yang baik dapat membantu menciptakan lingkungan yang positif
sesuai dengan tujuan dari penerapan pembelajaran sosial emosional.
Ketika
pendekatan KSE ini dilakukan pada rekan
sejawat kemudian dapat dikuasai dengan
baik maka guru akan lebih mudah dalam
mengondisikan siswa dan akan berdampak positif pada kegiatan proses pembelajaran yang dilakukan.
Minggu, 13 Agustus 2023
ARTIKEL AKSI NYATA MODUL 1.4
IMPLEMENTASI
BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH
MELALUI KEYAKINAN KELAS DI SD NEGERI NEGLASARI
Disusun
Oleh:
Septian
Saepul Rohman, S.Pd.SD.,Gr
Calon Guru
Penggerak Angkatan 8 SD Negeri Neglasari
Kec. Tanjungsari Kab. Bogor
A. LATAR BELAKANG
Di era saat ini, peserta
didik kita mengalami berbagai perubahan dalam
cara mereka berinteraksi dengan lingkungan, belajar, dan berperilaku. Hal ini
disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya perkembangan teknologi dengan
akses informasi yang begitu cepatnya serta pola interaksi signifikan pada media
sosial. Faktor-faktor tersebut menjadi
latar belakang kondisi peserta didik kita saat ini mengalami perubahan perilaku yang berbeda sehingga perlu menjadi perhatian para pendidik untuk
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan proses pendidikan di sekolah. Berikut ini
adalah penjelasan terkait dengan faktor tersebut:
1.
Perkembangan Teknologi:
Perkembangan
teknologi dan akses mudah ke internet
telah mengubah cara peserta didik kita dalam mendapatkan informasi, berkomunikasi, dan
belajar. Banyak waktu yang mereka habiskan dengan penggunaan perangkat digital, seperti smartphone,
tablet, dan komputer. Hal ini telah berdampak pada perilaku mereka, termasuk
pola tidur yang terganggu akibat waktu layar yang berlebihan dan peningkatan
interaksi melalui platform media sosial sehingga hal ini berpengaruh terhadap
gaya belajar mereka.
2.
Akses Informasi yang Cepat:
Semakin
mudahnya informasi yang diperoleh peserta didik memiliki peluang untuk memperluas
pengetahuannya di luar lingkungan sekolahnya. Namun dalam sisi negatifnya
peserta didik kita berkaitan dengan dampaknya adalah dapat mendorong perilaku yang
malas dalam berusaha dan kurangnya
ketekunan dalam menjalani proses belajar yang lebih utuh dan kompleks. Serta
banyaknya konten dalam informasi tersebut yang bersifat negatif dan ditiru oleh
peserta didik kita yang belum punya keyakinan dalam melakukan kekonsistenan
dalam berperilaku positif.
Dengan berbagai faktor ini,
perilaku peserta didik kita di era saat
ini menjadi semakin kompleks dan beragam. Pendidik, orang tua, dan masyarakat
perlu berkolaborasi dan peduli untuk memahami perubahan ini dan memberikan
proses pendidikan yang tepat agar
peserta didik kita dapat mengembangkan
perilaku yang positif, adaptif, dan mampu mengatasi permasalahan yang
ditemuinya dalam menghadapi tantangan
zaman moderen.
Idealnya sebuah sekolah harus
menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi peserta didik. Hal ini memiliki
relevansi dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang mengatakan bahwa pembelajaran
itu harus berfokus pada perkembangan murid yang holistik baik itu yang bersifat
kognitif maupun non kognitif.
Hal yang dapat kita mulai lakukan adalah
mengimplementasikan budaya positif di sekolah Budaya positif di sekolah dapat
dibangun dengan membentuk keyakinan kelas dan menerapkan segitiga restitusi. Dengan
budaya positif kita akan mampu mendisiplinkan peserta didik tanpa hukuman dan
pemberian reward bagi peserta didik yang berperilaku seuai dengan keyakinan
kelas yang disepakati. Dalam budaya positif ini penerapan segitiga restitusi menjadi
sangat penting dan sangat baik untuk diimplementasikan dalam mewujudkan budaya
positiif di sekolah sehingga pembentukan karakter peserta didik yang positif
akan dapat lebih mudah terwujud.
B. TUJUAN
1.
Mengimplementasikan budaya positif
dilingkungan SD Negeri Neglasari untuk membentuk profil pelajar pancasila.
2.
Menanamkan nilai kebajikan melalui keyakinan dan kesepakatan kelas yang sudah
disepakati bersama.
3.
Mengintegrasikan nilai-nilai profil pelajar
pancasila melalui budaya positif.
4.
Menggunakan segitiga restitusi sebagai
pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan ketidakdisiplinan siswa.
5.
Menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri setiap
peserta didik.
6.
Melatih peserta didik dalam menemukan solusi dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan yang
dihadapi.
C. TOLOK UKUR
1. Dapat diterapkannya penggunaan pendekatan
disiplin positif dalam menyelesaikan permasalahan ketidakdisiplinan peserta
didik.
2.
Dapat diimplementasikannya pendekatan segitiga
restitusi sebagai cara menangani ketidakdisiplinan siswa.
3.
Terbentuknya keyakinan dan kesepakatan kelas untuk mewujudkan budaya
positif.
4.
Terwujudnya budaya positif di kelas/sekolah
secara konsisten di setiap kelas.
E. DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN
1.
Adanya kolaborasi yang positif dengan orang
tua/wali peserta didik.
2.
Keteladanan yang dilakukan oleh seluruh warga
sekolah dalam menciptakan budaya positif di sekolah.
3.
Tersedianya sarana prasarana untuk menunjang
kelancaran dalam me
4.
Kerjasama Kepala Sekolah, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan agar dapat konsisten dalam menerapkan budaya positif
F. DESKRIPSI AKSI NYATA
Dalam melaksanakan aksi nyata ini,
saya memulai dari koordinasi dengan kepala sekolah dan berdiskusi dengan guru
lainnya. Kegiatan koordinasi ini saya
lakukan untuk menyampaikan perencanaan yang saya buat terkait aksi nyata 1.4 .
Aksi nyata ini terdiri dari dua kegiatan yang harus dikerjakan oleh para CGP.
Yang pertama mengimplementasikan budaya positif di kelas kita dan kedua
mendiseminasikan kembali kepada rekan guru lainnya sehingga budaya positif ini
dapat dilakukan di semua kelas.
Pada aksi nyata 1.4 ini yang terkait dengan implementasi
di kelas, saya membuat sebuah kesepatan dan keyakinan kelas sebagai dasar dalam
pelaksanaan budaya positif. Sedangkan dalam aksi nyata 1.4. terkait dengan
perencanaan Diseminasi Budaya Positif
yang diajukan terlaksana pada hari sabtu, 5 Agustus 2023 bertempat di SD Negeri
Mekarsari kecamatan Tanjungsari.
Selanjutnya kami mempersiapkan kegiatan diseminasi yang
meliputi, materi dalam bentuk power point, undangan, daftar hadir, dan lain –
lain yang disimpan di googledrive sehingga semua pendidik dapat melihat dan
mengunduhnya dengan seksama.
Kegiatan Diseminasi Budaya Positif
dihadiri oleh kepala sekolah dan seluruh
pendidik dan tenaga kependidikan dari SD Neglasari dan SDN Mekarsari. Dalam kesempatan
ini kepala sekolah menyampaikan bahwa
Diseminasi Budaya Positif merupakan kegiatan penting untuk dapat diikuti oleh semua
guru sehingga tidak kaku lagi dalam mendisiplinkan peserta didiknya dengan
menghindari sanksi atau hukuman.
Harapan Ibu Kepala Sekolah dari
pelaksanaan diseminasi budaya positif ini dapat dipahami oleh semua guru – guru
di SD Negeri Neglasari dan SD N Mekarsari sehingga dapat terimplementasikan
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh guru. Sehingga semangat dari
kurikulum merdeka dalam membentuk profil pelajar pancasila dapat terwujud.
G. HASIL DARI AKSI NYATA
Hasil dari aksi nyata yang dilakukan berupa diseminasi budaya positif menghasilkan sebuah pemahaman yang utuh bagi
para guru dalam melakukan proses pendisiplinan kepada peserta didik tanpa harus
dengan hukuman atau sanksi. Selain itu
para guru memiliki gambaran secara tekniksnya bagaimana melakukan pendekatan
strategi segitiga restitusi untuk mendisiplinkan peserta didik dengan konsep
budaya positif. Terkait dengan kesepakatan kelas dan keyakinan yang dibuat oleh
guru, para guru diberikan keleluasaan untuk berbagi ide dan gagasan dalam mengemukakan
contoh strategi kesepakatan atau keyakinan kelas yang akan dibuat di kelasnya
masing-masing sehingga dapat menunjang proses pembelajaran yang nyaman dan
menyenangkan serta berpihak pada murid.
H. PEMBELAJARAN YANG DI DAPAT DARI AKSI
NYATA
Pembelajaran
yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan aksi nyata ini kami dapat
berkolaborasi, bertukar ide gagasan dan saling mendukung dalam upaya
mengimplementasikan budaya positif di kelas.
Saya menyadari
bahwa untuk melakukan sebuah perubahan tidak cukup dilakukan sendiri namun
butuh dukungan dan kolaborasi dari rekan-rekan guru lainnya. Sehingga yang
menjadi visi dan misi sekolah dapat terwujud dan sebagai realisasi dari
prakarsa perubahan yang telah ditetapkan.
Hasil dari
refleksi maupun evaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan, ada beberapa hal
yang memang harus diperbaiki. Pertama terkait dengan kepemimpinan pembelajaran,
guru harus mulai meningkatkan kekonsistenan untuk melakukan budaya positif di
kelasnya dengan berpedoman pada keyakinan kelas yang telah disepakatinya.
Terkait dengan rencana ke depan saya dan rekan guru di sekolah akan terus
berupaya menciptakan sebuah proses pembelajaran yang berpihak pada murid dan
dapat mengembangkan kompetensi yang dimiliki peserta didik sesuai dengan kodrat
alam dan kodrat zamannya.
Harapan saya bersama rekan
guru di sekolah di dalam implementasinya dalam menerapkan budaya positif dapat
terus dilakukan secara kolaboratif dan
mendapat dukungan dari kepada Sekolah. Selain itu seoga kedepannya akan banyak
pelatihan yang dapat diikuti oleh semua guru di sekolah kami sehingga dapat
menguatkan pemahaman saya terkait dengan budaya positif ini.